Skip to main content

REGULASI KEBIJAKAN KOMUNIKASI MEDIA PADA ORDE BARU RADIO, TELEVISI, DAN FILM


A.  Radio
Pada massa orde baru Radio merupakan salah satu media untuk menyebarkan berbagai informasi. Radio bersifat lokal di mana artinya radio dapat dijangkau oleh setiap kalangan dan diwaktu-waktu tertentu ketika seseorang sedang melakukan sebuah kegiatan atau perkerjaan sehingga radio dapat membangkitkan hubungan dengan pendengarnya (Sudibyo, 2004). Pada penggunaannya, radio tidak menggunakan kabel namun menggunakan gelombang elektromagnetik untuk menghubungkan dengan pendengar, maka dari itu dibuat peraturan dari lembaga independen.
1.     Hak sipil dan politik warga tetap terpenuhi melalui lembaga independen karena warga negara merupakan pemilik frekuensi.
2.     Kepentingan pluralisme penyiaran tetap terjaga sesuai dengan amanat UUD 1945.
Penyiaran radio juga memiliki pengaturan tentang jalur frekuensi supaya tidak menabrak satu stasiun radio dengan yang lainnya, maka setiap stasiun radio memiliki frekuesi yang berbeda pula.
Radio Republik Indonesia (RRI) merupakan radio penyiaran pertama kali yang didirikan pada awal masa orde baru tahun 1966. RRI merupakan milik pemerintah yang digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai pemerintah, selain itu juga terdapat konten persuasi dan pendidikan. Pada masa awal orde baru, radio swasta mulai bermunculan namun tetap megikuti berbagai ketentuan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh pemerintah. Hukum bagi radio swasta mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah. Peraturan itu hanya berlaku bagi radio swasta dan tidak berlaku bagi RRI karena peraturan itu mengatur agar radio swasta tidak menjelek-jelekkan pemerintah. Pada pasal 3 ayat 5 mengatakan bahwa setiap radio swasta harus memiliki buku harian kerja agar pemerintah data melihat dan juga mengawasi isi atau siaran dari stasiun radio swasta tersebut, dan pasal 5 ayat 4 mengataka bahwa pemerintah hanya memberikan kontrak selama 1 tahun kepada radio swasta, kontrak tersebut dapat diperpanjang atau diputuskan oleh pemerintah.
Tahun 1974 diselenggarakan kongres pertama radio siaran swasta se-Indonesia yang menghasilkan keputusan yaitu terbentuknya organisasi bagi radio swasta di Indonesia, yaitu Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia (PRSSNI), namun kemudian pada tahun 1983 dalam acaea Munas ke VI PRSSNI menhasilkan keputusan pergantian istilah “Niaga” menjadi “Nasional”.
Pada tahun 1997 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 yang mengatur media penyiaran di Indonesia. Pasal 10 ayat 2 menyatakan bahwa radio yang dimiliki oleh pemerintah data menyiarkan informasi ke seluruh wilayah di Indonesia. Pasal 16 ayat 1 menyatakan bahwa setiap radio swasta hanya dapat menyiarkan informasi di wilayah tertentu. Pasal 11 ayat 3 menyatakan bahwa pemerintah membatasi konten yang disiarkan, lalu radio swasta juga dilarang menyiarkan acara yang berkaitan dengan politik, ideologi, agama, dan juga golongan tertentu.   Berikut adalah aturan khusus yang dikeluarkan oleh Lembaga Penyelenggaraan Siaran Khusus, yaitu:
1.     Penyelenggaraan siaran radio melalui satelit: meliputi seluruh wilayah Indonesia
2.     Penyelenggaraan siaran radio melalui terrestrial: meliputi wilayah sekitar.
3.     Penyelenggaraan siaran radio melalui kabel: meliputi daerah sekitar.
4.      
B.  Film
Pada masa orde baru, pemerintah sangat terlibat di dalam pengembangan industri film sehingga kebebasan berekspresi dalam pembuatan film sangat terbatas. Terdapat beberapa kebijakan regulasi perfilman di Indonesia, yaitu:
1.     Ordonasi Film Nomor 507 yaitu pada tahun 1940  pada masa pemerintahan Belanda.
2.     Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 yaitu pada masa orde lama.
3.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 yaitu pada masa orde baru.
Perkembangan Film Import di Indonesia:
1.     Tahun 1950-1965: Adanya dominasi pemerintah dalam penolakan film impor yang berasal dari Amerika Serikat
2.     Tahun 1965-1978: Pemerintah Indonesia mendominasi pembangunan infrastruktur perfilman
3.     Tahun 1978-1989: Adanya dominasi pemodal tunggal dalam praktek pemusatan impor film
4.     Tahun 1989-1998: Adanya peran pemodal asing dan pemerintah asing dalam penguatan dominasi pemodal Indonesia
5.     Tahun 1998-2004: Bangkitnya industri perfilman Indonesia dan dikuasai oleh distribusi film impor kelompok 21
Kebijakan Sensor Film
Film pada masa itu digunakan sebagai hiburan sekaligus propaganda untuk mendukung berbagai program yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini lah yang mengakibatkan regulasi perfilman diperketat, salah satunya mengenai sensor film yang fokus pada adegan dan dialog yang dilarang. Pemerintah menyatakan bahwa film-film yang harus disensor adalah film yang antara lain mengandung adegan kekerasan atau seks. Tahun 1967-1988 Badan Sensor Film (BSF) berdiri yang anggotanya berjumlah 33 orang yang terdiri dari 24 perwakilan pemerintah daan 9 orang perwakilan partai politik, namun BSF mengalami penurunan jumlah anggota menjadi 20 dari unsur pemerintah dan non-pemerintah.
Kebijakan Finansial
Pada masa orde baru merupakan masa terjadinya kesulitan ekonomi yang mengharuskan Kementerian Perdagangan mengeluarkan Surat Keputusan yang mewajibkan setiap importer film membayar Rp. 250.000,00 untuk setiap film yang diimpor melalui Yayasan Film. Dana tersebut dipinjamkan kepada produser tanpa dikenakan bunga (Utomo, 2018).
Kebijakan Tata Edar Film
Pada tahun 1975 didirikan Badan Pembinaan Film Daerah (BAPFIDA) yang memiliki tugas untuk berkeliling dan melakukan sensor film di sejumlah provinsi yang telah ditempati, namun BAPFIDA tidak dapat memotong atau mengubah konten film, melainkan melarang penayangan dan pengedaran film di wilayah kekuasaannya (Utomo, 2018).

C.  Televisi
Televisi merupakan media lain yang muncul pada masa orde baru. Pemerintah membuat berbagai peraturan mengenai batasan televisi di Indonesia, namun pada tahun 1961 pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Penerangan Nomor 20/SK/M/61 pada 25 Juli 1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2TV) yang mengatur berbagai hal tentang persiapan pembangunan televisi di Indonesia.
Tahun 1962 muncul Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang siaran pertamanya adalah Asian Games tahun 1962, lalu tahun 1963 diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 215 tahun 1963 yang merupakan cikal bakal lahrirnya TVRI.
Penyelenggaraan Televisi di Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu:

1.     Periode Monopoli TVRI
Pada era Monopoli, TVRI memegang monopoli kuat terhadap pengaturan penyiaran televisi di Indonesia, hal utama yang menyebabkan monopoli TVRI adalah karena kepemilikan TVRI itu sendiri yang dimiliki oleh pemerintah, sehingga mengharuskan menyiarkan kinerja positif pemerintah. Era monopoli TVRi secaara de jur e sampai dengan 1986 dan secara de facto sampai dengan 1990.
     
      Era Pembaruan
Pada era pembaruan dibagi menjadi empat bagian dari tahun 1971 sampai 1997.  Pada era pembaruan tahap pertama tahun 1971-1986, pemerintah akan melakukan perbaikan terhadap peraturan penyiaran di Indonesia dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Penerangan Nomor 54/B/KEP/MENPEN/1971 tentang Penyelenggaraan Siaran Televisi di Indonesia. Pada tahap kedua, dikeluarkannya Keputusan Menteri Penerangan Nomor 167/B/KEP/MENPEN/1986 tentang Penyelenggaraan Siaran Televisi di Indonesia tanggal 20 Agustus 1986, sistem monopoli TVRI mulai dihapuskan. Pada tahap tiga, Siaran Saluran Terbatas TVRI yang ditungkan dalam Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor 190A/KEP/MENPEN/1987 tanggal 20 Oktober 1987 dan mulai muncul stasiun TV lain yang diizinkan melakukan penyiaran oleh pemerintah, yaitu RCTI dan SCTV. Pada tahap empat, lahir Keputusan Menteri Penerangan Nomor 111/KEP/MENPEN/1990 tentang Penyiaran Televisi di Indonesia tanggal 24 Juli 1990 dan semakin bertambah stasiun TV yang diizinkan melakukan penyiaran oleh pemerintah, yaitu TPI dan Indosiar.
3.     
      Era Kemitraan
Pada era kemitraan merupakan tahun kebangkitan hukum penyiaran di Indonesia, pada tanggal 29 September 1997 muncul Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran, namun baru aktif digunakan pada 29 September 1999.

Sumber Referensi:
Panjaitan, H. (1999). Memasung Televisi: Kontroversi Regulasi Penyiaran di Era Orde Baru. Institut Studi Arus Informasi. Jakarta.
Sudibyo, A. (2004). Ekonomi Politik Media Penyiaran.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran.
Utomo, S.Y. (2018). Kebijakan Perfilman Indonesia Pada Masa Orde Baru (1967-1980). Universitas Negeri Jakarta.



Comments

Popular posts from this blog

Kebijakan, Hukum, Dan Regulasi Bidang Keterbukaan Informasi Publik

Sejarah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Keterbukaan informasi publik mulai muncul pada era Reformasi 1998. Pada era tersebut semakin timbul kesadaran akan terbukanya akses informasi dari berbagai kalangan. Secara khusus, keterbukaan akses menuju informasi publik diperlukan oleh mereka yang berkecimpung dalam bidang lingkungan, gerakan antikorupsi, hak asasi manusia, dan pers yang sering mengalami kesulitan dalam mengakses berbagai informasi dari lembaga pemerintah, dengan dalih rahasia negara. Keterbukaan informasi untuk publik telah tercantum dalam beberapa peraturan yang disahkan sebelum era reformasi, contohnya seperti: ·  Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Pasal 5 Ayat 2 “Pengelolaan Lingkungan Hidup Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup” ·   Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Pasal 4 Ayat 2 Butir a “Penataan Ruang Setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang” Banyak isu-isu

RESUME KEBIJAKAN KOMUNIKASI

1.  Kebijakan komunikasi adalah kumpulan dari berbagai prinsip-prinsip serta norma-norma yang dengan sengaja dibuat dengan tujuan untuk mengatur sistem komunikasi yang ada, hal tersebut diungkapkan oleh UNESCO. Secara tidak langsung kebijakan komunikasi harus ada dan harus diciptakan pada era informasi saat ini. Kebijakan komunikasi sangat membantu sistem komunikasi di negara Indonesia ini, karena dengan adanya kebijakan komunikasi komunikasi yang terjalin antar pemerintah dan masyarakat berjalan dengan baik. Tidak hanya pemerintah dan masyarakat saja yang dapat berelasi dengan baik, namun pemilik perusahaan dengan karyawan juga dapat berelasi dan berkomunikasi dengan baik karena diciptakannya kebijakan komunikasi. Kebijakan ekonomi sangatlah dibutuhkan, tanpa adanya kebijakan ekonomi kemungkinan sistem ekonomi tidak akan berjalan dengan lancar. 2.  Kebijakan komunikasi memiliki dua tujuan, yang pertama adalah tujuan sosiologis artinya proses komunikasi tidak merugikan warga mas

PERS PADA MASA ORDE BARU

PERS PADA MASA ORDE BARU Kebijakan politik pembangunan merupakan kebijakan pada masa orde baru mengenai pers. Politik pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah pada masa Orde Baru adalah politik pembangunan yang bersifat kapitalistik dengan menggunakan strategi pembangunan yang berfokus pada pertumbuhan, hal tersebut diungkapkan oleh Abar (1995:190) pada   (Imron, 2016) . Maksud dari politik pembangunan nasional sendiri adalah proses modernisasi atau bisa juga disebut proses pembinaan bangsa di segala bidang seperti bidang ekonomi, bidang sosial, bidang budaya, bidang pendidikan, maupun bidang mental. Hal tersebut diungkapkan oleh Alfian (1990:241). Sepanjang tahun 1973, kritik mengenai pers semakin tajam dan keras terhadap politik pembangunan. Seluruh masyarakat turut memprotes politik pembangunan yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru tersebut. tidak hanya masyarakat saja, banyak juga mahasiswa yang turut serta memprotes kebijakan politik pembangunan tersebut. pemrotesan