Skip to main content

Kebijakan, Hukum, Dan Regulasi Bidang Keterbukaan Informasi Publik

Sejarah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
Keterbukaan informasi publik mulai muncul pada era Reformasi 1998. Pada era tersebut semakin timbul kesadaran akan terbukanya akses informasi dari berbagai kalangan. Secara khusus, keterbukaan akses menuju informasi publik diperlukan oleh mereka yang berkecimpung dalam bidang lingkungan, gerakan antikorupsi, hak asasi manusia, dan pers yang sering mengalami kesulitan dalam mengakses berbagai informasi dari lembaga pemerintah, dengan dalih rahasia negara. Keterbukaan informasi untuk publik telah tercantum dalam beberapa peraturan yang disahkan sebelum era reformasi, contohnya seperti:
· Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Pasal 5 Ayat 2 “Pengelolaan Lingkungan Hidup Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup”
·  Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Pasal 4 Ayat 2 Butir a “Penataan Ruang Setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang”
Banyak isu-isu yang mendorong lahirnya kesadaran atas pentingnya keterbukaan informasi publik. Namun tiga isu utama yang mendorong kesadaran tersebut adalah upaya pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia, dan tata kelola pemerintah yang baik. Salah satu kasus riil yang memicu kesadaran itu adalah gugatan Wahana Lingkungan Hidup terhadap Inti Indorayon Utama dan lima instansi pemerintah berkaitan dengan hak publik atas informasi lingkungan hidup. Beberapa aktivis lembaga swadaya masyarakat pada awal masa-masa reformasi membentuk Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Gagasan akan kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi publik perlu dijamin karena merupakan bagian tidak terpisahkan dari penataan dan reformasi di berbagai sektor kehidupan, serta kebebasan mengakses informasi merupakan syarat bagi penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik menjadi dasar gagasan yang dituangkan dalam naskah RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP).
Pada era kemajuan teknologi seperti sekarang, hak atas informasi merupakan salah satu aspek penting bagi kelangsungan hidup masyarakat, namun proses memperoleh informasi terkadang tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Maka dari itu, munculah beberapa dasar hukum Keterbukaan Informasi publik, antara lain:
a. UUD 1945
Empat kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan penting dalam bidang hak asasi manusia. Masalah HAM diatur dan dimasukkan ke dalam bab tersendiri. Masuknya HAM bukan semata karena desakan masyarakat internasional, melainkan karena merupakan syarat suatu negara hukum. Hak asasi manusia sering dijadikan sebagai indikator untuk mengukur tingkat peradaban, demokrasi, dan kemajuan suatu bangsa.
b. TAP MPR
Jika ditelusuri lebih jauh, ketentuan Pasal 28 F UUD 1945 sebenarnya berasal dari Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Namun, TAP MPR ini kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku melalui TAP MPR Nomor I/MPR/2003. TAP Nomor I/MPR/2003 meninjau ulang materi dan status sebanyak 139 ketetapan MPR sebelumnya. TAP Nomor XVII dinyatakan tidak berlaku karena materinya sudah diatur dan diangkat ke dalam UUD 1945.
c. UNDANG-UNDANG
Sebelum diangkat menjadi norma konstitusional, Pasal 20 dan Pasal 21 TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 terlebih dahulu dituangkan ke dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM berisi seperti berikut :
1. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
2. Setiap orang berhak untuk mencari, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
d. Peraturan Perundang-undangan lain \
Sebelum UU KIP lahir, hak atas informasi diakui secara parsial dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain adalah :
1. Hak atas informasi tata ruang (UU Penataan Ruang dan PP Nomor 69/1996).
2. Hak atas informasi lingkungan hidup (UU Nomor 32 Tahun 2009).
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau asa (UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
4. Hak mencari, memperoleh, memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara, serta hak mendapat perlindungan hukum dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi tersebut (UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN).
5. Hak atas catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi (UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi).
6. Hak masyarakat untuk melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan (UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers).
Dasar Hukum yang paling sering digunakan terkait Keterbukaan Informasi Publik, antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
b. Peraturan Komisi Informasi (PERKI) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ditandatangani Presiden dan diundangkan pada 30 April 2008, tetapi baru berlaku dua tahun kemudian. Berarti seluruh materi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mulai berlaku sejak 1 Mei 2010. Sebelum undang-undang ini berlaku, Pemerintah sudah harus membentuk Komisi Informasi dan dua Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah tentang Pembayaran Ganti Rugi oleh Badan Publik dan Peraturan Pemerintah tentang Jangka Waktu Pengecualian Informasi (Retensi). Selain itu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juga harus memberikan kewenangan pada Komisi Informasi untuk membuat petunjuk teknis pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Bagi masyarakat, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan jaminan kepada rakyat memperoleh Informasi Publik untuk meningkatkan peran aktif  mereka dalam penyelenggaraan negara, baik pada tingkat pengawasan, pelaksanaan penyelenggaraan negara maupun pada tingkat pelibatan selama proses pengambilan keputusan publik. Sedangkan, bagi Badan Publik, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan kewajiban kepada Badan Publik untuk meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi, serta membuka akses atas Informasi Publik, baik secara aktif (tanpa didahului permohonan) maupun secara pasif (dengan permohonan oleh Pemohon).
Pasal 3 memaparkan bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bertujuan untuk:
a. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
b. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.
c. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengabilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.
d. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
e. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
f. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
g. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Dengan adanya tujuan yang dipaparkan di atas, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat mengurangi hambatan-hambatan yang muncul terkait dengan Keterbukaan Informasi Publik. Hambatan yang paling sering dialami antara lain, yaitu masyarakat tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan informasi, bahkan terkadang banyak pejabat publik yang dengan sengaja menghambat akses informasi publik, serta banyak masyarakat yang tidak mengetahui batasan informasi mana yang tergolong rahasia. Sekarang, dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, hambatan yang muncul akan lebih mudah mendapatkan jalan keluar dan masyarakat juga mengerti informasi mana saja yang bersifat rahasia.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal  17 mengenai informasi yang dikecualikan yaitu:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana.
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana.
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional.
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau.
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat.
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
1. Informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri.
2. Dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi.
3. Jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya.
4. Gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer.
5. Data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia.
6. Sistem persandian negara; dan/atau.
7. Sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia.
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
1. Rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara.
2. Rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan.
3. Rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya.
4. Rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau property.
5. Rencana awal investasi asing.
6. Proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau.
7. Hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri:
1. Posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional.
2. Korespondensi diplomatik antarnegara.
3. Sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau .
4. Perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang.
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1. Riwayat dan kondisi anggota keluarga.
2. Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang.
3. Kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang.
4. Hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau.
5. Catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.
i. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan.
j. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.

Menurut pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, pengecualian informasi sebagaimana dituliskan dalam pasal 17 huruf a, b, c, d dan e tidak bersifat permanen dan jangka waktu pengecualian diatur oleh Peraturan Pemerintah. Dalam pasal 18 tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:
1. Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:
a. Putusan badan peradilan.
b. Ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum.
c. Surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan; d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum.
d. Laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum; laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau.
e. Informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
2. Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila:
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
3. Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j.
4. Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden.
5. Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden.
6. Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.
7. Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

Dalam menjalankan keterbukaan informasi publik tidak selamanya berjalan mulus, terkadang akan ada informasi yang memuncul sengketa informasi publik.  Menurut Pasal 1 ayat (3) UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sengketa informasi publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dengan pemohon informasi publik dan atau pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan atau menggunakan informasi publik berdasarkan peraturan perundang-undangan.  
Pada dasarnya, akses terhadap informasi adalah hak setiap manusia. Hak ini telah disandang manusia sejak ia lahir. Sayangnya, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik mengatur bahwa hanya warga negara Indonesia dan lembaga-lembaga negara yang memiliki hak atas keterbukaan informasi publik. Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjamin hak setiap warga negara untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola, dan menyampaikan informasi. Jaminan itu diberikan untuk seluruh jenis saluran informasi yang tersedia, baik yang elektronik maupun non-elektronik. Dengan jaminan tersebut di atas, setiap warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berhak untuk mengetahui banyak hal, misalnya rencana kebijakan publik, program kebijakan publik, proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan keputusan publik.
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik juga mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan publik, terutama untuk bidang-bidang yang menyangkut kehidupan orang banyak. Contohnya adalah hak untuk mendapatkan peraturan perundang-undangan, hak untuk memperoleh hasil-hasil rapat Dewan Perwakilan Rakyat, hak untuk mengetahui rencana tata ruang kota, hak untuk mengetahui jumlah dana bantuan hukum untuk kalangan tidak mampu (probono), dan hak untuk mengetahui mengapa pemerintah menyuntikkan dana bail out hingga triliunan rupiah ke Bank Century.
Segala informasi dapat lalu-lalang di berbagai saluran informasi manapun, termasuk informasi antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah tidak boleh bersikap pelit terhadap informasi pada masyakaratnya karena dengan begitu akan menciptakan jarak kekuasaan dan seakan-akan menutupi diri. Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik secara tidak langsung mendorong pemerintah agar menjalankan tugas, tanggung jawab, dan merupakan salah satu cara mewujudkan good government di Indonesia dengan terbuka dan transparan agar masyarakat juga dapat mengaksesnya, apalagi masyarakat juga memiliki hak untuk mengetahui proses pengambilan keputusan informasi publik. Transparansi memang tidak mudah dilakukan oleh lembaga pemerintahan, harus dengan kemauan yang besar dan secara sungguh-sungguh, namun jika keterbukaan atau transparansi sudah dilakukan maka masyarakat akan lebih memberikan kepercayaan yang besar dan memberikan citra positif terhada kinerja pemerintah.

Untuk melaksanakan pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik maka ditetapkan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010. Pada pasal 2 Peraturan Komisi Informasi (PERKI) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik memaparkan tujuan untuk:
a. Memberikan standar bagi Badan Publik dalam melaksanakan pelayanan Informasi Publik.
b. Meningkatkan pelayanan Informasi Publik di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan Informasi Publik yang berkualitas.
c. Menjamin pemenuhan hak warga negara untuk memperoleh akses Informasi Publik
d. Menjamin terwujudnya tujuan penyelenggaraan keterbukaan Informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

Untuk mempermudah mencapai tujuan dari Peraturan Komisi Informasi (PERKI) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi dalam pasal 4, maka Badan Publik wajib untuk:
a. Menyediakan dan memberikan Informasi Publik sebagaimana diatur di dalam Peraturan ini.
b. Membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien.
c. Menetapkan peraturan mengenai standar prosedur operasional layanan Informasi Publik sesuai dengan Peraturan ini.
d. Menetapkan dan memutakhirkan secara berkala Daftar Informasi Publik atas seluruh Informasi Publik yang dikelola.
e. Menunjuk dan mengangkat PPID untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta wewenangnya.
f. Menyediakan sarana dan  prasarana layanan Informasi Publik, termasuk papan pengumuman dan meja informasi di setiap kantor Badan Publik, serta situs resmi bagi Badan Publik Negara.
g. Menetapkan standar biaya perolehan salinan Informasi Publik.
h. Menganggarkan pembiayaan secara memadai bagi layanan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
i. Memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik yang mengajukan keberatan.
j. Membuat dan mengumumkan laporan tentang layanan Informasi Publik sesuai dengan Peraturan ini serta menyampaikan Salinan laporan kepada Komisi Informasi.
k. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan layanan Informasi Publik pada instasinya.

Dalam menjalankan keterbukaan informasi publik tidak selamanya berjalan mulus, terkadang akan ada informasi yang memuncul sengketa informasi publik.  Menurut Pasal 1 ayat (3) UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sengketa informasi publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dengan pemohon informasi publik dan atau pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan atau menggunakan informasi publik berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Sengketa Informasi Publik dapat diselesaikan melalui Komisi Informasi dengan cara pihak satu sebagai pelapor melalui proses keberatan kepada atasan pejabat yang terlapor. Pula hal-hal mengenai keberatan dan penyelesaian sengketa melalui Komisi Informasi tertulis pada Undang-Undang No. 14 Tahun 2008. Prosedur penyelesaian Sengketa Informasi Publik juga tertulis jelas dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 meliputi ketentuan umum, kewenangan Komisi Informasi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik, pengajuan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik, registrasi, pemeriksaan pendahuluan, penetapan mediator dan pemberitahuan para pihak, prosedur mediasi, prosedur ajudikasi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Penjelasan lebih lanjut terkait penyelesaian Sengketa Informasi Publik tertuang pada Peraturan Komisi Informasi Publik Nomor 2 Tahun 2010. Formulir lampiran pelaporan Sengketa Informasi Publik dapat diakses di www.ppid.kominfo.go.id/sengketa-informasi/ yang di dalamnya juga terdapat informasi mengenai tata cara penyelesaian sengketa informasi publik di pengadilan dan tata cara penyelesaian gugatan atas putusan Komisi Informasi pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).


Daftar Pustaka

Dokumen:
Buku:
1. Sastro, D.A., dkk. (2010). Mengenal Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta: Pelitaraya Selaras.
Online:
1. -. 2012. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Diakses dari https://opengovindonesia.org/news/39/undang-undang-keterbukaan-informasi-publik.

Comments

Popular posts from this blog

RESUME KEBIJAKAN KOMUNIKASI

1.  Kebijakan komunikasi adalah kumpulan dari berbagai prinsip-prinsip serta norma-norma yang dengan sengaja dibuat dengan tujuan untuk mengatur sistem komunikasi yang ada, hal tersebut diungkapkan oleh UNESCO. Secara tidak langsung kebijakan komunikasi harus ada dan harus diciptakan pada era informasi saat ini. Kebijakan komunikasi sangat membantu sistem komunikasi di negara Indonesia ini, karena dengan adanya kebijakan komunikasi komunikasi yang terjalin antar pemerintah dan masyarakat berjalan dengan baik. Tidak hanya pemerintah dan masyarakat saja yang dapat berelasi dengan baik, namun pemilik perusahaan dengan karyawan juga dapat berelasi dan berkomunikasi dengan baik karena diciptakannya kebijakan komunikasi. Kebijakan ekonomi sangatlah dibutuhkan, tanpa adanya kebijakan ekonomi kemungkinan sistem ekonomi tidak akan berjalan dengan lancar. 2.  Kebijakan komunikasi memiliki dua tujuan, yang pertama adalah tujuan sosiologis artinya proses komunikasi tidak merugikan warga mas

PERS PADA MASA ORDE BARU

PERS PADA MASA ORDE BARU Kebijakan politik pembangunan merupakan kebijakan pada masa orde baru mengenai pers. Politik pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah pada masa Orde Baru adalah politik pembangunan yang bersifat kapitalistik dengan menggunakan strategi pembangunan yang berfokus pada pertumbuhan, hal tersebut diungkapkan oleh Abar (1995:190) pada   (Imron, 2016) . Maksud dari politik pembangunan nasional sendiri adalah proses modernisasi atau bisa juga disebut proses pembinaan bangsa di segala bidang seperti bidang ekonomi, bidang sosial, bidang budaya, bidang pendidikan, maupun bidang mental. Hal tersebut diungkapkan oleh Alfian (1990:241). Sepanjang tahun 1973, kritik mengenai pers semakin tajam dan keras terhadap politik pembangunan. Seluruh masyarakat turut memprotes politik pembangunan yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru tersebut. tidak hanya masyarakat saja, banyak juga mahasiswa yang turut serta memprotes kebijakan politik pembangunan tersebut. pemrotesan