A. Sejarah
Pers
Pada bulan Agustus, karyawan yang bekerja di
Djatinegara Inatsu Kojo (dulu milik Belanda bernama Midrukkerij) berhasil
mengambil alih perusahaan, mengibarkan bendera putih, diserahkan ke Pemerintah
Indonesia dan berganti nama menjadi Percetakan Republik Indonesia. Percetakan
lain yang dikuasai Jepang juga diambil Alih, salah satunya yang dulu bernama
Drukkerij Kolff Buning milik Belanda yang berganti nama menjadi Percetakan
Negara. Percetakan ini mencetak surat kabar, majalah, brosur, dan lainnya untuk
memberi pengetahuan kepada masyarakat Indonesia tentang perjuangan bangsa agar
masyarakat juga dapat berpartisipasi dan memberikan dukungan.
Ketika sekutu menduduki Indonesia, percetakan tetap
menjalankan tugasnya dengan menggunakan alat penyebaran seadanya untuk
menerbitkan informasi kepada para masyarakat Indonesia yang sedang berjuang
untuk mempertahankan kemedekaannya. Tidak hanya publikasi perjuangan, namun
juga pendidikan dengan harapan masyarakat memperdalam kesadaran nasioanal dan
kehidupan bernegara.
B. Pers
Daerah Kalimantan Sesudah Tahun 1945
Beberapa surat kabar di Kalimantan tersebar di
Perpustakaan Nasional, Jakarta, dan Perpustakaan Islam di Yogyakarta. Pada
tanggal 15 Agustus 1945 setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu,
terjadi kekosongan kekuatan di wilayah Kalimantan, faktor-faktornya yaitu:
1.
Di
wilayah luar Kalimantan, khususnya Jawad an Sumatera, PETA dan organisasi
militer memegang peran penting dalam mengambil kekuasaan Jepang, sedangkan di
Kalimantan Selatan membuka peluang kepada Belanda untuk mendapat kekuasan
kembali dari Jepang.
2.
Penduduk
Kalimantan Selatan cenderung lebih sedikit sehingga banyak yang gugur dibunuh
oleh Jepang.
3.
Tidak
ada media yang menampilkan unsur nasionalis, berbeda dengan daerah Jawad an
Sumatera sehingga mengurangi rasa nasionalisme.
a.
Surat
Kabar dan Majalah Non-Kooperatif (Periode Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949)
1)
Majalah
“Republik”
Majalah non koorperatif
pertama yang terbit di Kalimantan Selatan pada 17 Agustus 1946. Konten majalah
republic adalah memperjuangkan Kalimantan Selatan supaya tetap menjadi bagian
negara RI dan menentang politik Belanda untuk mendirikan negara Kalimantan.
sayangnya, majalah ini hanya bertahan selama 2,5 tahun karena pemimpin
redaksinya ditangkap pada Agresi Militer Belanda II.
2)
Harian
“Kalimantan Berjoang”
Surat kabar ini dikenal
dengan Ka-Be dan pertama kali terbit
pada 1 Oktober 1946. Awal diterbitkan untuk menyebarluaskan cita-cita bangsa
mengingat perjuangan yang menyerukan kemerdekaan. Alasan lain yaitu untuk
mengimbangi berita nasional karena pada waktu itu propaganda yang dilakukan
Belanda sangat kuat.
3)
Harian
“Terompet Rakjat”
Harian ini berhubungan
dengan pertahanan RI yang terbit pada 2 Desember 1946, namun pada tanggal 18
Desember 1948 dihentikan karena terjadinya pemberedelan pers menjelang Agresi
Militer Belanda II.
b.
Surat
Kabar dan Majalah Kooperatif (Periode Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949)
1)
“Soeara
Kalimantan”
Harian ini sebelumnya
bernama Borneo Shimbun yang
diterbitkan oleh penguasa Belanda tahun 1945. Konten dalam harian ini tidak
menentang tindakan pemerintah Belanda, namun cenderung mendukung pendirian
bangsa Indonesia atas dasar kerja sama dengan Belanda.
c.
Surat
Kabar dan Majalah Kooperatif (Periode Sebelum Perang Dunia II)
1)
Harian
“Bintang Borneo”
Harian ini didirikan
tahun 1952. Konten harian ini cenderung berkoorperasi dengan Belanda. Selain
itu, surat kabar ini menyuarakan hak antara bangsa Tionghoa dan bangsa Eropa.
Tahun 1926, konten di harian ini lebih banyak tentang masalah luar negeri,
namun pada tahun 1927 harian ini mulai mengamati masalah di dalam negeri dan
juga membedakan antara rubik dalam negeri dan luar negeri.
2)
Surat
Kabar “Sit Po”
Surat kabar ini terbit
tahun 1939. Di dalam surat kabar ini berisi masalah luar negeri yang
berorientasi memperjuangkan kepentingan Tiongkok, selain itu juga membahas
kepentingan perdagangan dengan negara lain. Sit Po menggunakan kantor berita
ANETA sebagai sumber informasi berita dari luar negeri.
d.
Surat
Kabar dan Majalan Non-Kooperatif (Periode sebelum Perang Dunia II)
1)
Surat
Kabar “Soeara Kalimantan”
Harian ini terbit pada 1
April 1930 yang kontennya berusaha memperjuangkan kepentingan islam dan juga
bersifat nasionalis.
e.
Surat
Kabar dan Majalah Sesudah Penyerahan Kedaulatan
1)
“Indonesia
Merdeka”
Harian yang bersemboyan
“Bebas dari pengaruh kepartaian” ini terbit pada 4 Oktober 1945”. Harian ini
tidak menyetujui adanya partai kecil di antara mereka yang memungkinkan tumbuh
menjadi partai yang lebih besar.
2)
Harian
“Indonesia Berdjoang”
Surat kabar ini
berorientasi membantu islam, menolak adanya PKI, dan menolak sistem federalsme
di Indonesia, namun juga memberi peringatan bahwa persatuan Indonesia harus
selalu dibangun berdasarkan penghormatan kesatuan hidup.
C. Kasus “Indonesia Raya”
Paska
kemerdekaan, koran Indonesia raya memiliki kedudukan yang unggul karena Bahasa
yang digunakan merupakan bahasa popular serta merupakan koran yang tidak
memiliki sensor, kritiknya tajam, terbuka, dan langsung. Surat kabar ini dapat
dikatakan transparan terhadap situasi apapun. Masyarakat Indonesia bukannya
tidak bisa menerima kritik, namun yang terpenting tata bahasa yang digunakan,
apakah sopan, pantas, dan halus. Maka dari itu, surat kabar Indonesia Raya
dapat sangat dekat dengan masyarakat, namun juga menjadi musuh masyarakat.
Hal tersebut dapat dilihat pada
penerbitan pertama tahun 1949-1958 saat 5 wartawan dari surat kabar Indonesia
Raya dipenjarakan, lalu terjadi juga pembredelan sejumlah 6 kali pada tahun
1957-1958. Di sisi lain, surat kabar Indonesia Raya justru memiliki identitas
yaitu mementingkan idealisme daripada bisnis yang mendukung kebebasan
menyatakan pendapat walaupun sering dikatakan sebagai media yang tidak
mempertimbangkan kelangsungan surat kabar, hanya memperjuangkan profesi
wartawan yang murni. Surat kabar Indonesia Raya digolongkan dengan jurnalisme
advokasi yaitu untuk “perbaikan keadaan”.
Pada tahun 1954, kritik terhadap
pemerintah yang diterbitkan oleh Indonesia Raya sangat ramai diberitakan dan membawa
petaka. Malam hari setelah berita tersebut disiarkan, yaitu pada 21 Desember
1956, pimpinan redaksi Indonesia Raya ditangkap oleh Korps Polisi Militer
karena disangka terlibat dalam gerakan “Zulkifli Lubis” yang dituduh akan
melakukan kudeta. Kemudian petaka selanjutnya pada 1957 adalah terjadi
pembredelan pers tidak hanya surat kabar Indonesia raya namun 10 koran dan tiga
kantor berita ditutup sementara oleh penguasa militer Jakarta.
D.
Sejarah
Radio Republik Indonesia
Semenak radio Jepang bernama Hoso Kyoku ditutup, dunia penyiaran
mulai vakum. Padahal, Indonesia yang telah merdeka membutuhkan media massa
untuk kepentingan hubungan pemerintah dengan masyarakat. Mantan penyiar Hoso Kyoku merundingkan hal tersebut dan
menemukan beberap poin, salah satunya akan membentuk Persatuan Republik Radio
Republik Indonesia yang akan meneruskan penyiaran dari 8 radio di Jawa. Kepala
bagian dan mantan penyiar Hoso Kyoku kembali bertemu dan membahas
tiga kategori permasalahan yaitu, aspek Idiil RRI, aspek struktural, dan aspek
program perjuangan.
Tanggal 11 september ditetapkan
sebagai hari lahir Radio Republik Indonesia. RRI yang mulanya di Jakarta
berpindah ke Solo karena Solo dalam posisi yang sangat sentral untuk seluruh
kegiatan siaran. Tugas berat yang dialami RRI adalah mencari tempat strategos
untuk meletakkan pemancar yang aman dan mampu menjangka wilayah luas. RRI
semakin dikenal karena menyuarakan keinginan rakyat dan juga selalu
mengusahakan agar dapat didengar hingga internasional. Maret 1946 merupakan
siaran RRI pertama yang mencakup luar negeri. Pihak RRI juga mengajak radio
baru untuk bersatu di barisan RRI sehingga RRI dapat membuka cabang di berbagai
kota.
E.
Sejarah
TVRI
TVRI merupakan siaran TV pertama
Indonesia yang perdana tanggal 17 Agustus 1962 yang menyiarkan peringatan
kemerdekaan Republik Indonesia. Awalnya, TVRI merupakan program untuk
menyukseskan ASIAN Games pada 24 Agustus 1962. Di awal tahunnya TVRI mampu
menjaring 1.000 pemilik TV di Indonesia. Tahun 1963-1976, TVRI mendirikan
stasiun TV di kota-korta besar. Dahulu, TVRI merupakan TV hitam putih, namun
pada tahun 1979 sudah berwarna. TVRI merupakan cikal bakal tumbuhnya siaran
televisi di Indonesia.
Daftar
Pustaka
Abar, A. Z. 1995. 1966-1974: Kisah Pers Indonesia. Yogyakarta: LKiS.
Darmanto,
Istiyono, 2013. RRI Surakarta: Dari Radio
Komunitas Menjadi Radio Publik. Surakarta: Lembaga Penyiaran Publik RRI
Surakarta.
Comments
Post a Comment