Skip to main content

Kebijakan Publik


A.  Pengertian Kebijakan Publik
Harold Laswell dan Abraham Kaplan (1970, 71) mendefinisikan sebagai suatu program yang diproyeksi dengan berbagai tujuan, nilai dan praktik tertentu.
David Easton (1965, 212) mendefinisikan sebagai akibat dari aktivitas pemerintah.
Carl I. Friedrick mendefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang diusulan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu ligkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. (1963, 79)
Thomas r. Dye (2011,1) mendefinisikan sebagai sebagai sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat kehidupan bersama tampil berbeda.
Dari pernyataan dari beberapa ahli, kebijakan publik secara sederhana dapat dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh lembaga publik dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat serta untuk mencapai tujuan tertenntu. Lembaga publik sendiri adalah lembaga yang didanai dari uang publik yang dipungut secara kolektif berupa pajak, retribusi, dan pungutan lain yang ditetapkan secara formal.
B.  Jenis Kebijakan Publik Secara Generik
1.      Kebijakan Formal
a.       Perundang-undangan
b.      Hukum
c.       Regulasi
Perundang-undangan adalah kebijakan publik yang berkenaan dengan usaha-usaha pembangunan nasional, baik berkenaan dengan negara maupun masyarakat atau rakyat. Di dalam perundang-undangan terdapat dua pemahaman, yaitu pola Anglo-Saxon (Common Law) yang merupakan keputusan legislatif dan keputusan eksekutif; dan pola kontinental (Civil Law) yang terdiri dari pola makro, messo, dan mikro.
Bentuk kedua dari kebijakan publik formal adalah hukum, yang bersifat membatasi dan melarang. Tujuannya adalah untuk menciptakan ketertiban publik. Wajarnya, terdapat tiga keputusan-keputusan hukum, yaitu keutusan mediasi atau keputusan kesepakatan di antara pihak yang bersengketa, keputusan pengadilan atau keutusan yang ditetapkan oleh hakim melalui proses peradilan, dan keputusan judisial atau keputusan oleh lembaga yang berada di atas lembaga pembuatkeputusan pengadilan.
Bentuk ketiga adalah regulasi. Regulasi berkenaan dengan alokasi aset dan kekuasaan negara oleh lembaga bisnis. Regulasi sering disalahartikan sebagai “peraturan” sehingga ada istilah “deregulasi” yang artinya mengurangi aturan. Regulasi ada yang bersifat umum dan khusus. Regulsi umum adalah pemberian izin atau lisesnsi kepasa suatu organisasi bisnis atau kemasyarakatan/nirlaba untuk menyelenggarakan misi menjadi bagian untuk membangun masyarakat. Kebijakan regulasi bersifat khusus yaitu berkenaan dengan tiga isu berikut:
1)   Ada aset negara yang dikelola oleh lembaga bisnis
2)   Berupa infrastruktur publik atau utilitas yang bersifat publik atau inklusif yang menghasilkan monopoli (termasuk duopoli atau oligopoli) maupun bukan monopoli
3)   Atau karena keberdaannya memerlukan adanya monopoli (termasuk duopoli atau oligopoli) yang bersifat alami.
Keberadaan regulasi berkenaan dengan dua prinsip, yang pertama adalah necessity of the service (berkenaan dengan kepentingan banyak orag) dan monopoly yang merupakan target utama dari dibentuknya regulasi dan komisi regulasi. Pada saat ini kebijakan regulasi disarankan untuk didasarkan pada empat isu, yaitu:
1)   Berkenaan dengan hajat hidup orang banyak (necessity public needs and interest)
2)   Monopoli atau oligopoli yang keduanya bersifat alami
3)   Berbasis alokasi kekayaan negara (national economic assets)
4)   Berkenaan dengan keselamatan negara
Regulasi yang bersifat spesifik yang memerlukan keberadaan kebijakan regulasi khusus, bahkan kalau perlu dibentuk komisi regulasi, adalah berkenaan dengan sektor:
1)   Energi (listrik, bahan bakar baku)
2)   Telekomunikasi (frekuensi, konten, penyadapan, dan satelit)
3)   Media komunikasi (media massa, internet)
4)   Penyiaran (broadcast dan konten)
5)   Air (air minum/bersih dan air limbah)
6)   Transportasi (pelabuhan, bandara, transportasi udara, transportasi laut, transportasi darat publik/massal, jalan tol)
7)   Industry strategis dan keamanan (industry sekuriti, industry militer, dan sejenisnya)
2.      Kebijakan Publik Konvensi (Kebiasaan atau Kesepakatan Umum)
a.       Ditumbuhkan dari proses manajemen organisasi publik, contohnya upacara rutin, SOP-SOP tidak tertulis atau tertulis tetapi tidak diformalkan
b.      Ditumbuhkan dari  aktor organisasi publik, contohnya pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus
c.       Ditumbuhkan dari publik, contohnya selamatan 17 Agustus
3.      Ucapan Pejabat Publik
Pejabat publik selalu mewakili lembaga publik yang dipimpinnya maka ucapan yang disampaikan oleh pejabat publik perlu untuk:
a.       Berisikan kebenaran
b.      Konsisten, karena mencerminkan lembaganya
c.       Apabila berkenaan dengan hal-hal yang harus dengan segera diimplementasikan oleh struktur di bawahnya, sudah dikomunikasikan terlebih dahulu dengan struktur di bawahnya, dan sudah siap dengan manajemen implementasinya
d.      Apabila berkenaan dengan hal-hal yang masih bersifat konsep atau rencana harus disampaikan secara jelas bahwa yang dinyatakan adalah konsep atau rencana
Pejabat publik mempunyai hak untuk tidak memberikan pernyataan publik, dengan tiga prakondisi yang perlu ditegaskan kepada publik ⸻biasanya melalui media massa
⸻ yaitu:
a.       Yang bersangkutan tidak mempunyai kompetensi di bidang di mana ia diminta memberikan pernyataan
b.      Yang bersangkutan tidak cukup menguasai materi yang dimintakan pernyataan
c.       Isu yang dimintakan pernyataan berkenaan dengan keamanan negara
4.      Perilaku Pejabat Publik
Perilaku pejabat publik ini merupakan hal posistif atau negatif yang berpotensi untuk ditirukan oleh masyarakat, namun kebijakan publik jenis ini merupakan bentuk kebijakan yang paling jarang diangkat sebagai isu kebijakan.

Sumber referensi:

Nugroho, Riant. (2013). Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Comments

Popular posts from this blog

Kebijakan, Hukum, Dan Regulasi Bidang Keterbukaan Informasi Publik

Sejarah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Keterbukaan informasi publik mulai muncul pada era Reformasi 1998. Pada era tersebut semakin timbul kesadaran akan terbukanya akses informasi dari berbagai kalangan. Secara khusus, keterbukaan akses menuju informasi publik diperlukan oleh mereka yang berkecimpung dalam bidang lingkungan, gerakan antikorupsi, hak asasi manusia, dan pers yang sering mengalami kesulitan dalam mengakses berbagai informasi dari lembaga pemerintah, dengan dalih rahasia negara. Keterbukaan informasi untuk publik telah tercantum dalam beberapa peraturan yang disahkan sebelum era reformasi, contohnya seperti: ·  Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Pasal 5 Ayat 2 “Pengelolaan Lingkungan Hidup Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup” ·   Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Pasal 4 Ayat 2 Butir a “Penataan Ruang Setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang” Banyak isu-isu

RESUME KEBIJAKAN KOMUNIKASI

1.  Kebijakan komunikasi adalah kumpulan dari berbagai prinsip-prinsip serta norma-norma yang dengan sengaja dibuat dengan tujuan untuk mengatur sistem komunikasi yang ada, hal tersebut diungkapkan oleh UNESCO. Secara tidak langsung kebijakan komunikasi harus ada dan harus diciptakan pada era informasi saat ini. Kebijakan komunikasi sangat membantu sistem komunikasi di negara Indonesia ini, karena dengan adanya kebijakan komunikasi komunikasi yang terjalin antar pemerintah dan masyarakat berjalan dengan baik. Tidak hanya pemerintah dan masyarakat saja yang dapat berelasi dengan baik, namun pemilik perusahaan dengan karyawan juga dapat berelasi dan berkomunikasi dengan baik karena diciptakannya kebijakan komunikasi. Kebijakan ekonomi sangatlah dibutuhkan, tanpa adanya kebijakan ekonomi kemungkinan sistem ekonomi tidak akan berjalan dengan lancar. 2.  Kebijakan komunikasi memiliki dua tujuan, yang pertama adalah tujuan sosiologis artinya proses komunikasi tidak merugikan warga mas

PERS PADA MASA ORDE BARU

PERS PADA MASA ORDE BARU Kebijakan politik pembangunan merupakan kebijakan pada masa orde baru mengenai pers. Politik pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah pada masa Orde Baru adalah politik pembangunan yang bersifat kapitalistik dengan menggunakan strategi pembangunan yang berfokus pada pertumbuhan, hal tersebut diungkapkan oleh Abar (1995:190) pada   (Imron, 2016) . Maksud dari politik pembangunan nasional sendiri adalah proses modernisasi atau bisa juga disebut proses pembinaan bangsa di segala bidang seperti bidang ekonomi, bidang sosial, bidang budaya, bidang pendidikan, maupun bidang mental. Hal tersebut diungkapkan oleh Alfian (1990:241). Sepanjang tahun 1973, kritik mengenai pers semakin tajam dan keras terhadap politik pembangunan. Seluruh masyarakat turut memprotes politik pembangunan yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru tersebut. tidak hanya masyarakat saja, banyak juga mahasiswa yang turut serta memprotes kebijakan politik pembangunan tersebut. pemrotesan